AYAH, YOU ARE MY HERO - JUARA FAVORIT 1 LOMBA CERPEN

Oleh Eureka | 28 Mar, 2024 |
1816
IMG-BLOG
28 03 2024

Maura Mayang Lestari, nama yang sangat indah. Nama pemberian dari sang ibu yang kini sudah tiada. Maura duduk di kursi rodanya sambil menunggu sang ayah yang akan menjemputnya. Di sela-sela menunggu ayahnya, Maura memainkan gantungan tasnya yang berbentuk boneka beruang hadiah ulang tahun dari Keilana.

“Maura.” Maura tersenyum lebar melihat ayahnya yang kini berjalan ke arahnya. Pria dengan setelan jas dokter itu mendekat ke arah Maura. Mengecup puncak kepala Maura dengan sayang,

“Ayah.”

“Maaf ya, Ayah lama,” ujar Putra.

Maura menggelengkan kepalanya, “Gak apa-apa, kan, Ayah kerja. Tadi Maura di temanin Kei.” Putra menoleh ke kiri dan kanan, mencari sosok yang dibicarakan putrinya.

“Kei ada latihan basket jadi gak bisa nemenin Maura terus, Yah,” jelas Maura. Gadis berseragam putih biru itu seolah tahu apa yang tengah dipikirkan sang ayah.

“Iya Sayang. Ayah nyari Kei juga buat ngucapin terima kasih udah nemenin putri Ayah yang cantik ini,” ucap Putra, telapak tangannya yang besar mengusap puncak kepala Maura. “Ayo, kita pulang.” Putra segera mendorong kursi roda putrinya. Sejak kematian sang istri, Putra berjuang keras untuk membesarkan Maura seorang diri. Tidak mudah baginya untuk tetap kuat, bayang-bayang sang istri sampai detik ini selalu memenuhi kepala dan hatinya. Meskipun kepergian wanita yang dia cintai sudah bertahun-tahun lamanya.

Putra menggendong Maura dan mendudukkan di kursi penumpang, dia lalu melipat kursi roda Maura dan meletakannya di bagasi.

“Udah siap?” tanya Putra begitu dia duduk. Maura mengangguk. Sabuk pengamannya sudah terpasang dengan baik. Mobil yang dikendarai Putra mulai ke luar dari halaman sekolah. Membelah jalanan kota Jakarta yang begitu ramai dengan berbagai macam kendaraan berlalu lalang.

“Ayah,” panggil Maura.

“Iya,” Putra menyahut pelan, tatapannya tetap fokus pada jalanan di depannya.

“Besok di sekolah ada lomba melukis.”

“Maura ikut?” tanya Putra.

“Iya. Ayah besok datang, kan?”

“Tentu Sayang. Ayah pasti datang. Jam berapa?”

“Jam sepuluh.”

“Oke. Ayah pasti datang.”

Putra tidak pernah berkata tidak untuk Maura, baginya, jika bisa memberikan nyawanya untuk Maura, Putra pun akan melakukan hal itu. Maura sudah seperti napasnya. Maura adalah harta berharganya bersama Alivia. Putra boleh saja kehilangan Alvia, boleh saja dia gagal menyelamatkan Alivia di meja operasi. Kesalahannya yang tidak pernah dia lupakan sepanjang hidupnya.

Sepanjang perjalanan menuju rumah, Putra ditemani suara dengkuran halus milik Maura. Gadis berusia lima belas tahun itu tertidur dengan lelap. Ketika lampu merah menyala, Putra menoleh ke samping, menatap Maura dengan senyum sendu. Putra mengulurkan tangannya untuk mengusap rambut sang putri, rambut yang sama persis seperti milik istrinya.

“Vi, Maura tumbuh dengan baik. Semakin hari dia semakin mirip kamu, Vi,” lirih Putra. Apa yang dikatakan Putra adalah benar. Maura bagaikan pinang dibelah dua dengan sang ibu. Semua orang yang berada di dekat Putra selalu mengatakan hal yang sama. Bahkan, Alvian yang merupakan kakak sepupu Alivia juga berkata demikian.

“Vi, anak kita sudah tumbuh dewasa. Aku berharap, kamu bisa melihatnya dari sana.” Tanpa Putra sadari semua ucapannya di dengar oleh Maura. Gadis itu sudah terbangun ketika merasakan usapan halus di puncak kepalanya. Namun, Maura memilih pura-pura tertidur. Dia tidak ingin ayahnya tahu. Akan tetapi, semua itu tidak berlangsung lama. Maura tidak bisa terus berpura-pura tertidur, di saat dia mendengar isakan kecil dari bibir ayahnya. Seketika matanya terbuka.

“Ayah,” panggil Maura, “jangan nangis. Bunda pasti sedih kalau tahu Ayah nangis.” Putra tidak bisa menyembunyikan tangisnya, meski dia memaksakan untuk tersenyum sekalipun.

“Ayah, Maura sayang Ayah. Ayang jangan nangis lagi,” pinta Maura. Gadis itu mengusap air mata Putra dengan lembut. Putra tidak tahu apa yang membuat dia tidak bisa menghentikan air matanya. Padahal, dia sudah berjanji untuk tidak menangis di depan Maura. Dia tidak ingin putrinya tahu bahwa dia lemah. Dia ingin Maura selalu melihatnya tersenyum, kuat dan berani.

“Maaf Sayang. Maafin Ayah,” ucap Putra. Dengan segera dia menarik Maura dalam pelukannya.

“Maafkan Ayah yang tidak bisa memberikan sosok Bunda untuk Maura. Maafkan Ayah yang belum bisa jadi Ayah yang baik untuk Maura. Maafkan Ayah yang tidak bisa selalu ada di samping Maura. Maafkan Ayah, Maura.”

Maura menggeleng dalam pelukan ayahnya, dia berusaha membantah semua yang dikatakan Puta.

“Ayah udah jadi Ayah yang hebat buat Maura. Ayah selalu ada buat Maura. Maura juga gak butuh sosok Bunda lagi,” ujar Maura dengan suara seraknya.

Bunda, terima kasih sudah memberikan Maura seorang Ayah yang hebat, batin Maura.

 

Penulis: LISA RIYANA

Generic placeholder image

DITULIS OLEH

Eureka Writer

Content Writer

Content Writter eurekabookhouse.co.id

New Entry